Legenda Dewa Harem

Chapter 51: Menagih Janjimu Pagi Tadi!



Semua mobil-mobil yang ikut bertanding akhirnya telah melewati garis akhir dengan selamat. Mereka masih menunggu keputusan resmi dari panitia.

Tetapi ketika Randika keluar dari mobilnya, seseorang bersorak padanya.

"Hormat pada Raja Drift!"

Lalu semua orang yang ada di garis akhir itu bersorak bersamaan.

"Hormat pada Raja Drift!"

"Hormat pada Raja Drift!"

"Hormat pada Raja Drift!"

.....

"RD, apakah kamu nganggur habis ini? Aku ingin bersenang-senang denganmu di mobil." Puluhan perempuan cantik segera menghampiri Randika sambil menggodanya.

Isi hati Randika hampir kecoplosan, Hannah ada di sisinya jadi dia menolak mereka semua.

"Hei RD, kamu baru pertama kali balapan di sini ya? Sering-seringlah ke sini, semua orang menyukai penampilanmu."

"RD kau belum bergabung dengan tim manapun kan? Bergabunglah denganku dan kita akan menguasai dunia!"

...…..

Semua orang memuji Randika dan dia pun sendiri mulai malu mendengarnya.

Tapi di tengah-tengah kegembiraan ini, terdengar suara sirine mendekat.

Mereka semua menoleh dan melihat ada 5 mobil polisi yang datang ke arah mereka.

"Bajingan, polisi!" Orang-orang langsung panik.

"Sialan mereka sudah menghalangi jalan keluar kita." Orang-orang cerdas di sana sudah tahu bahwa mereka sudah tidak bisa kabur.

Randika juga melihat puluhan polisi yang segera mengamankan area perlombaan ini. Tetapi, dia tidak menyangka bahwa dia akan bertemu dengan angsa putihnya yang cantik itu, Deviana.

Kenapa perempuan ini terus-terus mengejar dirinya?

Apakah pesonanya itu memang tidak tertahankan?

Salah satu polisi berteriak dengan keras. "Kami datang dengan adanya laporan bahwa ada balapan liar yang diadakan di jalanan gunung ini. Sekarang kami akan membawa kalian semua ke kantor polisi untuk memberikan keterangan lebih lanjut."

"Oh? Memangnya siapa yang balapan? Apakah ada buktinya?" Seorang panitia maju tanpa takut. "Kalau kau ingin membawa kami, coba kejar saja kami kalau bisa."

"Baiklah, siapa lagi yang mau mengaku kalau dirinya adalah pembalap juga?" Polisi itu menangani hal ini dengan kepala dingin.

"Kami semua hanya suka berkendara lebih cepat daripada yang lain, apakah itu salah? Lagipula apa bedanya balapan sama berkendara biasa?" Para pembalap ini tidak takut, mereka tahu bahwa polisi ini tidak memiliki bukti.

Para pembalap, termasuk Nico dan bawahannya, memandangi para polisi dengan mata dingin.

Deviana yang berada di barisan mengerutkan dahinya. Pihak lain punya orang cukup banyak, kalau keadaan menjadi buruk maka situasi bisa jadi kacau. Saat dia masih kebingungan, matanya menyapu ke arah Randika.

Kenapa pria itu bisa ada di sini?

Deviana akhirnya menatapnya dengan tajam.

Randika mulai bosan, tetapi dia tidak mau ikut campur dan memutuskan hanya untuk melihat.

Randika tetapi khawatir keadaan akan menjadi kacau jadi dia meminta Hannah untuk tetap berada di mobil sambil dirinya terus mengamati situasi.

"Sudah kita bahas semua ini di kantor." Kata polisi itu dengan nada dingin. "Kita lihat apakah kalian bisa berkata searogan ini ketika kita memisahkan kalian."

Setelah itu, polisi itu menoleh dan memberikan perintah untuk menangkap mereka semua. Nico melihat hal tersebut dan memberikan perintah juga kepada para bawahannya dan semua yang ada di sana. Para pembalap ini tidak akan pergi tanpa perlawanan. Beberapa sudah siap baku hantam, beberapa menelepon kawan-kawan mereka yang masih ada di garis awal.

Ketika situasi ini berkembang ke arah yang buruk, Randika langsung melirik Deviana. Dia tidak habis pikir kenapa perempuan itu selalu mengurus perkara yang berbahaya.

Deviana tidak ikut bersiap-siap menangkap, instingnya berkata bahwa ada sesuatu yang aneh.

"Makan ini!" Sindu tiba-tiba berteriak keras dan menembakkan pistolnya ke salah satu polisi.

Polisi tersebut langsung terkapar.

"Berlindung!" Kepala polisi tersebut langsung menyuruh anak buahnya berlindung dan menggunakan mobil mereka sebagai tameng. Pada saat yang sama, semua orang panik, berteriak dan bingung melakukan apa. Yang tidak mau terlibat segera masuk ke mobil ataupun lari sejauh mungkin.

Randika langsung menyuruh Hannah menaiki gunung kembali agar jauh dari baku tembak yang akan datang ini.

Randika terus bersembunyi di antara kekacauan ini dan mengamati situasi. Di antara pembalap ini masih ada senjata api. Selain itu, mereka juga membawa tongkat bisbol.

"Berani-beraninya bajingan seperti mereka menembaki kita?" Kepala polisi itu langsung marah ketika melihat salah satu anggotanya tertembak. "Tembak bajingan-bajingan itu! Aku akan bertanggung jawab."

"Pak, kita tidak membawa senjata untuk penangkapan kali ini." Salah satu polisi mengatakannya dengan nada gemetar, mereka semua tidak menyangka akan terjadi baku tembak.

Dor!

Suara tembakan kembali terdengar dan suara ringkikan perang terdengar. "Bunuh mereka semua!"

Nico lalu membidik dan menembak ke arah Deviana!

Namun di saat yang sama, sebuah bayangan telah melewati Deviana dan menjegalnya hingga terjatuh. Peluru tersebut langsung bersarang di mobil.

"Dasar bodoh! Nyari mati kamu ya?" Randika langsung memarahi Deviana, bisa-bisanya dia melongo ketika ada baku tembak.

Pada saat ini, para pembalap ini sudah mulai bergerak sambil bersenjatakan tongkat bisbol. Dan di belakang mereka ada beberapa orang yang bersenjatakan pistol yang berfungsi sebagai pengontrol massa.

"Lepaskan aku!" Deviana meronta sambil berwajah merah.

Randika terdiam sambil berpikir, Dasar tidak tahu terima kasih!

Lalu saat dia mau berdiri, tangannya merasakan keempukan yang luar biasa. Apakah ini hidangan yang dia nanti-nantikan?

Randika lalu menoleh dan benar saja, tangannya berada di dada Deviana! Pantas saja dia memberontak.

Bundar dan empuk, inilah hadiah yang ditunggu-tunggu oleh Randika.

Deviana sudah siap menampar Randika, tetapi pria itu tiba-tiba berkata di telinganya. "Ingat janji kita pagi hari tadi."

Setelah berkata seperti itu, dia mengambil pistol yang dibawa oleh Deviana. Itulah satu-satunya senjata api milik para polisi ini.

Randika langsung melompat ke atas mobil dan dia langsung menembakkannya dengan akurasi tinggi. Pergelangan tangan Nico menjadi korban pertama.

Randika lalu menembak beberapa kali lagi dan semua peluru itu berhasil bersarang di pergelangan tangan para pembalap yang membawa pistol. Lalu tiba-tiba, seseorang menerjang dirinya yang masih berusaha membidik. Randika langsung mencengkram pergelangan tangannya dan mengambil tongkat bisbolnya sambil menghajarnya sampai pingsan.

Kepala polisi itu melihat bahwa salah satu dari mereka menerjang maju ke arah para pembalap itu dan segera berteriak. "Bantu orang itu dan amankan para tersangka."

Meskipun masih ada tembakan yang berasal dari musuh, para polisi ini tidak gentar dan menerjang maju. Pada saat ini Randika sudah menghajar beberapa orang.

Dengan bermodalkan tongkat bisbol, Randika sudah menghajar 10 orang dalam 30 detik. Setiap hantamannya membuat mereka pingsan seketika.

Para polisi itu merasa kebingungan, siapa pria itu yang dengan mudahnya menghajar para pembalap itu?

Mereka mau tidak mau mempercayai orang tersebut dan mengamankan orang-orang yang telah pingsan.

Keadaan benar-benar kacau dan Hannah, yang tidak menuruti perkataan Randika, mengintip dari balik jendela dan terpukau olehnya.

"Kakak iparku memang hebat!" Hannah tersenyum bangga. Hari ini dia dibuat terkejut berkali-kali oleh Randika.

Deviana juga tidak tinggal diam dan ikut mengamankan para tersangka. Namun, ada beberapa polisi yang masih melongo melihat Randika.

"Hei kalian jangan melongo seperti orang bodoh! Cepat tangkap orang-orang itu." Kepala polisi ini aslinya juga kaget dengan aksi Randika. Apakah orang itu adalah pasukan khusus negara?

Nico yang tangannya bersimbah darah itu melihat Randika dengan ketakutan. Dia bersyukur tidak menantang Randika.

Karena aksi heroik Randika ini, dia menjadi pusat perhatian. Setelah beberapa saat, para polisi, para pembalap, para penonton, semuanya melihati Randika dengan mata terpukau. Berkat ini, situasi menjadi reda.

"Aku tahu kalau aku dari awal memang tampan dan mempesona, jadi tidak heran perempuan-perempuan mengejarku. Para pria hanya bisa iri denganku. Ahhh setelah berolahraga begini enaknya memang makan siang sambil ditemani perempuan cantik. Eh, bukannya sekarang waktu yang tepat memberikan hadiah yang kau janjikan kepadaku?"

Deviana langsung menampar dahinya ketika Randika menghampirinya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.