Legenda Dewa Harem

Chapter 404: Balas Dendam



Seperti halnya dengan pengawalnya, Ian menatap bengong tongkat kayu yang patah tersebut.

"Kalau kamu masih ingin hidup, cepat serahkan benda itu padaku!" Kata Ian dengan penuh kesombongan. "Jangan pikir kamu bisa keluar dari tempat ini hidup-hidup. Di semua lingkungan ini, tidak ada yang tidak mengetahui reputasiku!"

Indra masih dalam postur bertahan, dia bergumam. "Jika saja kakak seperguruanku tidak melarangku untuk menghajar orang dengan sembarangan, aku sudah menghajarmu hingga babak belur."

Randika yang ada di belakang segera maju ketika melihat Indra diancam. "Indra, sudah hajar saja dia."

Mendengar kata-kata ini, Indra terkejut dan menoleh untuk melihat sosok Randika. Ketika dia melihat sosok yang dikenalnya ini, dia langsung tersenyum lebar. "Kakak seperguruan!"

Pada saat yang sama, suara tongkat kayu dipukul kembali terdengar. Lagi-lagi tongkat kayu tersebut hancur menjadi serpihan.

"Bajingan, cepat bunuh dia!" Kata Ian.

Kedua pengawalnya itu segera menerjang maju dan menyerang Ingra.

"Akan kuperlihatkan seluruh kekuatanku!" Indra meraung keras. Tubuh besarnya itu sudah bagaikan Godzilla yang marah. Dia dengan cepat menangkap satu pengawal dengan tangannya, dia lalu melemparnya ke tanah sampai dia tidak sadarkan diri.

"Apa yang kamu lakukan? Cepat bangun!" Ian mulai ketakutan.

Indra kembali menyerang. Kali ini tongkat kayu yang dipegang si pengawal itu hancur berantakan ketika dia hantam dengan kepalanya. Pengawal itu terkejut, dia langsung membuang tongkat itu dan melayangkan sebuah pukulan.

Boneka ginseng di pundaknya Indra segera menolong Indra dengan melompat ke wajah lawannya itu, kedua tangannya dengan cepat mencakar matanya. Tindakannya ini membuatnya kehilangan penglihatannya. Ketika dia berusaha menggenggam si boneka ginseng, benda kecil ini sudah melompat kembali ke pundak Indra.

Ketika orang ini mendapatkan kembali penglihatannya, dia menyadari bahwa tinju Indra hanya berjarak 1 cm dari wajahnya.

Orang-orang yang masih mengantri makan bakso ini terkejut bukan main, orang gemuk ini bisa berkelahi ternyata. Kekuatan fisiknya benar-benar mengerikan, dia mengalahkan 2 orang berbadan besar dengan sangat mudah. Bahkan mereka bukan berada di level yang sama dengan pesumo tersebut.

"Yah, senjata makan tuan deh." Kata seseorang sambil memakan baksonya. Tontonan gratis seperti ini jarang-jarang terjadi, apalagi dia bisa melihat Ian yang merupakan mantan preman itu menderita.

"Hahaha sepertinya Ian lebih baik pensiun saja, ngapain dia masih sok kuat dan cari gara-gara sama orang lain. Tahu rasa sekarang dia!"

Dalam sekejap, pertarungan sepihak ini telah selesai. Ian yang sudah terjatuh di tanah itu segera kabur dari lokasi dan meninggalkan kedua pengawalnya.

Ketika dia hendak kabur, Randika sudah berdiri di depannya dan berkata dengan nada dingin. "Mau ke mana kamu pak tua?"

Ketika Ian mendengar kata-katanya Randika ini, wajahnya berubah dan menatapnya dengan marah. "Jangan menyentuhku, kamu tidak tahu siapa aku?"

Randika tentu saja cuek, dia menampar Ian dengan sangat keras hingga tangannya itu meninggalkan jejak merah di wajahnya.

Indra menghampiri mereka dan menatap Ian.

DUAK!

KRAK!

DUAK!

Indra tidak memberinya ampun, dia memukul dan menendang Ian. Dia benar-benar kesal karena orang ini telah berani mengincar teman berharganya itu. Ian yang tersungkur di tanah sudah ketakutan sekaligus kesakitan. Dia khawatir nyawanya akan melayang hari ini.

Pada saat ini, boneka ginseng meloncat ke atas kepala Ian. Dia melompat-lompat dan mencabut sedikit rambutnya sambil terlihat puas. Setelah itu dia kembali ke pundak Indra dan memeletkan lidahnya ke arah Ian yang ada di tanah.

Tapi… menurutnya ini masih kurang. Boneka ginseng itu meloncat sekali lagi ke kepalanya dan menggoyang-goyangkan pantatnya di depan kedua mata Ian.

Ian benar-benar marah, dia berusaha menangkapnya tetapi gagal.

Sialan!

Dia berusaha berdiri tetapi langkahnya itu dihentikan oleh Randika. "Jangan pernah menampakkan wajahmu lagi di depanku."

Ian berdiri dengan terhuyung-huyung dan meninggalkan tempat ini.

Ketika Randika tersenyum melihat Ian yang perlahan pergi, boneka ginseng itu meloncat ke pundaknya dan tersenyum padanya. Wajahnya yang bulat dan tangannya yang besar menunjukan bahwa dia telah tumbuh selama dia tidak ada. Sepertinya dia mendapatkan nutrisi yang cukup ketika tinggal di atas gunung.

Boneka ginseng itu bermain-main di pundak Randika, mulutnya terlihat dia sedang bersorak-sorak. Randika tertawa ketika melihat tingkah laku boneka ginseng yang lucu ini.

Pada saat ini, Indra menatapnya dengan senang. "Kakak seperguruan."

"Kenapa kamu ada di sini? Apakah terjadi sesuatu?" Wajah Randika terlihat cemas.

"Tidak apa-apa, semuanya baik-baik saja di desa. Ketika aku belajar ilmu bela diri di gunung, sepertinya aku tidak sengaja menghapus nomor teleponmu di HPku. Karena aku merindukanmu, aku akhirnya datang dan ingin menjengukmu." Kata Indra dengan wajah malu-malu.

Hati Randika sedikit tersentuh, dia lalu bertanya dengan tersenyum. "Bagaimana caranya kamu sampai di sini?"

"Aku sendiri tidak tahu, aku sudah 10 hari berkeliaran di jalan. Akhirnya ada orang yang baik hati mau mengantarkanku ke sini." Kata Indra.

Boneka ginseng itu kembali meloncat ke pundak Indra dan duduk di sana. Karena dia tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, dia hanya duduk sambil terlihat bingung.

Randika sendiri geleng-geleng ketika mendengarnya, sayang sekali otak adik seperguruannya ini agak kurang meskipun tenaga dalamnya luar biasa.

"Karena kamu sudah ada di sini, jangan buru-buru pulang. Kamu sebaiknya ikut denganku beberapa hari ini." Kata Randika.

Indra mengangguk dan berkata. "Baiklah, aku akan menuruti kakak."

Pada saat ini, ada suara teriakan dari jauh. "Minggir, minggir atau kubunuh kalian!"

Orang-orang yang makan bakso ini pada ketakutan dan membubarkan diri. Ketika mereka melihat ke arah suara tersebut, mereka melihat puluhan preman bertampang bengis berjalan menuju tempatnya. Yang berjalan di paling depan adalah sosok Ian yang baru saja dihajar oleh Randika dan Indra. Menilai dari penampilan mereka, sepertinya mereka datang untuk membalas dendam.

Terlebih lagi, mereka membawa parang dan tongkat logam. Ini sudah pasti pembantaian.

Orang-orang yang makan ini segera membubarkan diri, begitu pula dengan si pedagang. Mereka tidak mau menjadi korban sampingan dari aksi balas dendam ini.

"Bajingan, Ian benar-benar memanggil anak buahnya yang dulu!"

"Banyak sekali, habis sudah pasti kedua orang itu."

"Kasihan sekali mereka harus mati di usia yang masih muda, seandainya saja tadi menurut dan memberikannya uang."

Sebagian besar sudah pesimis terhadap Randika dan Indra, namun seseorang dengan lantang berkata. "Orang gemuk itu jago berkelahi, mungkin saja mereka berdua bisa selamat!"

"Kamu bodoh atau apa? Ian dkk membawa senjata tajam dan tongkat logam, mana mungkin mereka berdua ini bisa melawan dengan tangan kosong? Riwayat mereka sudah tamat!" Jawab temannya.

Kali ini, orang itu terdiam. Alasan para preman ini menakutkan adalah tekadnya yang berani mati dan jumlah mereka yang banyak. Oleh karena itu, kebanyakan orang selalu takut dan menghindari orang-orang seperti ini.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.