Legenda Dewa Harem

Chapter 399: Aku Butuh Bantuanmu!



Pertempuran antara Hannah dan Randika berakhir dengan kemenangan Hannah, Randika terus menerus meminta maaf pada adik iparnya ini.

Pada saat ini, Randika tiba-tiba menyadari ada sesosok orang di depan pintu. Dia lalu menyuruh Hannah sambil tersenyum. "Han, tolong belikan aku minuman dingin."

"Baiklah." Hannah dengan cepat menuju kantin di bawah.

Setelah Hannah pergi, Jin masuk ke dalam. Dia awalnya ingin berlutut tetapi Randika mencegahnya.

"Duduklah."

Ketika Jin sudah duduk, Randika bertanya. "Bagaimana situasinya?"

"Serigala membawa kabar bahwa target telah lama meninggalkan kota, sepertinya mereka terbang menuju Jerman." Jawab Jin.

Jerman?

"Apakah ada cara untuk mengejar mereka sampai ke Jerman?" Tanya Randika.

"Sayangnya itu mustahil tuan. Jerman tidak berada di wilayah kekuasaan kita, lagipula kita juga masih kekurangan sumber daya untuk mengejarnya." Jawab Jin dengan hormat.

Randika hanya mendengarkan dan tidak berbicara sama sekali.

"Terlebih lagi, Dion menemukan bahwa masih ada sisa-sisa kekuatan keluarga Alfred di Jakarta. Dia sudah menyusun rencana untuk menghabisi mereka dalam satu gerakan."

"Jangan biarkan ada yang hidup."

Keluarga Alfred, selama ada satu orang yang masih hidup, Randika akan segera mengirimkan mereka ke alam baka.

Setelah Jin keluar, Randika berpikir dengan keras. Sejauh yang dia ingat, Bulan Kegelapan berada di Amerika dan sedang bersembunyi. Sedangkan Tom dan Anna melarikan diri ke Jerman, sangat mustahil bagi mereka berdua untuk menggunakan kekuatan mereka yang ada di Jakarta.

Yuna sendiri juga sedang membangun jaringan intelijensi di kota-kota penting di Indonesia. Sepertinya Randika harus memintanya untuk memusatkan seluruh perhatiannya pada kota Cendrawasih, kasus keracunan Tom ini tidak boleh terulang lagi.

Untuk saat ini, dia harus mengandalkan anak buahnya selagi memulihkan diri. Terlebih lagi, kekuatan misterius di dalam tubuhnya itu makin ganas dan tenaga dalamnya terus dihisapnya. Kekuatan Randika bisa-bisa habis!

Hati Randika cukup khawatir, kekuatan misteriusnya ini benar-benar kuat dan liar, dia sama sekali tidak bisa mengendalikannya. Jika ini terus terjadi, tenaga dalamnya akan tersingkirkan dan dia bisa-bisa tertelan olehnya.

Terlebih lagi, dia memakai mode Berserknya terlalu banyak dalam sehari. Dia harus menggunakan tenaga dalamnya itu untuk menekan kembali kekuatan misteriusnya yang membanjiri tubuhnya. Jika tenaga dalam ini hilang, Randika tidak tahu apakah tubuhnya bisa menanggung beban seberat itu,

Sepertinya dia butuh waktu seminggu atau lebih agar tenaga dalamnya bisa pulih seperti dulu.

Tidak lama kemudian, para dokter datang dan mengecek keadaan Randika. Mereka cukup terkejut ketika melihat sosok Randika yang baik-baik saja. Dia baru saja mengalami operasi besar, dan sekarang dia sudah baik-baik saja?

Setelah pengecekan yang teliti, mereka sudah memastikan bahwa Randika baik-baik saja dan sudah melewati tahap krisis. Namun, untuk jaga-jaga, dia dianjurkan untuk menginap lebih lama dan melakukan beberapa pemeriksaan.

Jadi selama sepuluh hari ke depan, Randika tinggal di rumah sakit.

Besok paginya, Randika terbangun dan menyadari bahwa dia sendirian. Inggrid hari ini bekerja dan Hannah perlu mengerjakan sesuatu, jadi hari ini dia sendirian sampai malam nanti.

Namun tiba-tiba, Randika merasakan bahwa ada seseorang bersembunyi di balik pintu. Ketika dia melihat sosoknya, Randika terkejut. Penampilan perempuan ini sangat cantik dan memakai dress merah yang mencolok. Ketika kedua bola matanya yang hitam dan bundar itu menatap dirinya, matanya langsung berbinar-binar.

"Viona?" Randika benar-benar terkejut. Bagaimana bisa Viona tahu bahwa dia sedang dirawat di rumah sakit? Terlebih lagi, kenapa dia tahu bahwa dirinya berada di kamar ini?

"Hannah yang memberitahuku." Wajah Viona sedikit merah, dia berjalan menuju samping Randika. "Ran, apa kamu baik-baik saja?"

Hannah?

Sepertinya adik iparnya itu khawatir kalau Randika menghabiskan harinya sendirian, dia berinisiatif untuk mengabari Viona. Dan Hannah mengabari Viona kemarin malam saat dia pulang.

Sepertinya tujuan haremnya sebentar lagi akan terwujud.

Randika tersenyum dan melihat wajah khawatir Viona, dia tidak bisa menahan diri untuk berkata. "Apa kamu meremehkanku? Aku ini benar-benar kuat! Tidak tertandingi hahaha!"

"Bohong…" Viona meneteskan air matanya. "Kalau kamu kuat, kenapa kamu bisa sampai terluka seperti ini?"

"Ini cuma kecelakaan." Randika tertawa. Melihat bibir merah dan mungil Viona, Randika merasa gejolak tubuhnya mulai mengambil alih dirinya.

Sepertinya tubuhnya merindukan sensasi nikmat dari berhubungan badan, toh akhir-akhir ini dia juga tidak sempat melakukannya dengan Inggrid.

Ketika mendengar tawa itu, wajah Viona masih terlihat khawatir. "Ran, kamu sakit di mananya?"

Randika awalnya ingin berkata bahwa lukanya itu tidak terlalu serius, tetapi dia mendapatkan ide dan mengubah kata-katanya. "Vi, sebenarnya aku masih sangat sakit, kata dokter lukaku ini sangat sulit disembuhkan."

Wajah Randika perlahan terlihat pucat, Viona langsung menggenggam tangan Randika.

"Ran, aku akan selalu menjagamu." Kata Viona dengan wajah serius. "Di mana kamu merasa sakit?"

Wajah Randika terlihat kesusahan berbicara. "Vi, sebenarnya posisi lukanya itu sedikit memalukan, tetapi rasa sakitnya benar-benar luar biasa."

"Di mana sakitnya?" Wajah Viona sedikit bingung, reaksi imutnya ini membuat Randika ingin menindihnya.

"Vi, lukaku ada di tempat paling berharga seorang laki-laki." Kata Randika.

"Ah?" Viona terkejut bukan main, bahkan suaranya itu menggema ke luar ruangan.

"Ran, bagaimana kamu bisa mendapatkan luka itu?" Wajah Viona sudah tersipu malu, dia tidak menyangka Randika akan terluka di bagian itu. Bagi seorang pria, tentu ini sebuah masalah yang serius.

Randika menghela napasnya. "Aku benar-benar tidak berdaya waktu itu, aku sama sekali tidak bisa menghindar."

"Apakah kondisimu sudah membaik?" Ketika mengajukan pertanyaan ini, tanpa sadar dia melihat bagian bawah Randika dengan wajah penasaran.

Randika menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bisa merasakan apa-apa di bawahku."

"Apa kata dokter?" Wajah Viona seperti sedang terbakar.

"Kata dokter hanya ada satu cara menyembuhkannya." Kata Randika. "Tetapi metode itu kurang etis."

"Ran, kalau sudah masalah seperti ini, kita tidak perlu memikirkan hal semacam itu. Yang penting kamu sembuh dulu." Jawab Viona.

"Kalau begitu, aku butuh bantuanmu." Wajah Randika terlihat sedikit malu-malu.

"Aku?" Viona terlihat terkejut. "Bagaimana caranya aku bisa membantu?"

Randika mengangkat kepalanya, dan menatapnya. Setelah memastikan lingkungannya oke, dia berkedip. "Vi, kemarilah."

Viona mendekati Randika.

Kemudian dengan lembut Randika berkata. "Vi, satu-satunya cara adalah menstimulasinya dengan tanganmu."

Stimulasi?

Viona terdiam beberapa saat, namun reaksi perempuan satu ini sudah ketebak. "Ran, bagaimana caranya aku menstimulasinya?"

"Tentu saja, kamu memegangnya dengan lembut. Nanti aku tunjukan caranya."

Viona ragu-ragu, bagaimanapun juga, ini adalah rumah sakit. Melakukan hal sevulgar ini benar-benar memalukan meskipun untuk menyembuhkan penyakit.

"Vi, aku tahu ini sulit untukmu, tetapi tidak ada cara lain lagi." Randika menghela napasnya, wajahnya terlihat seolah-olah harapannya telah sirna.

Kadang Randika sendiri heran, kenapa dia tidak jadi aktor saja.

"Ran, aku ingin membantumu, tetapi ini rumah sakit." Kata Viona di telinga Randika.

"Kamu tidak perlu khawatir, orang-orang tidak akan menyadari apa yang kita lakukan ini." Kata Randika dengan nada meyakinkan.

Setelah ragu-ragu sesaat, Viona mengangguk.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.