Legenda Dewa Harem

Chapter 388: Bukti yang Kuat



Teman-temannya Hannah ini tidak menyadari perubahan yang telah terjadi pada truk tersebut. Mereka mengobrol dengan santai ketika sebuah pipa mulai jatuh. Namun, seseorang menyadari hal tersebut dan menunjuk ke arah pipa yang tidak jauh dari mereka itu, tetapi tidak ada suara yang keluar karena saking takutnya.

Pipa-pipa besar ini bisa membunuh mereka dengan mudah apabila mengenai mereka.

Ketika para pejalan kaki di seberang melihat hal ini, mereka jelas terkejut. Apa yang telah terjadi?

"Awas!"

Roberto adalah orang yang pertama berteriak dan bereaksi. Semuanya segera mengangkat kepala mereka dan menyadari bahwa pipa-pipa tersebut mulai bergelinding ke arah mereka.

"Lari!"

"Han, cepat lari!" Stella menarik Hannah dan berusaha bersembunyi di balik pohon, sementara beberapa temannya hanya berdiri karena saking takutnya.

Orang-orang yang melihat mereka juga ketakutan, masalah ini menyangkut hidup dan mati seseorang.

Dengan banyaknya pipa yang bergelinding, mana mungkin mereka bisa bersembunyi?

Roberto tidak berdaya sama sekali, teriakannya itu terlalu terlambat. Jarak mereka dengan pipa-pipa tersebut hanyalah 50 meter, mustahil mereka bisa bereaksi tepat waktu.

"Habis sudah mereka!" Orang-orang sudah menutup mata mereka, sebentar lagi para pemuda itu pasti mati semua!

Menghadapi puluhan pipa besar ini, sesosok orang berdiri di paling depan.

Semua orang bertanya-tanya, mengapa Randika bukannya bersembunyi tetapi malah maju ke depan? Dia justru terlihat menantang pipa-pipa itu!

Para pejalan kaki ini kebingungan, apa pria itu sudah gila?

Tetapi detik berikutnya, mata mereka terbelalak hingga hampir copot.

Mereka melihat tragedi yang seharusnya terjadi justru berubah menjadi keajaiban dunia. Seperti di film-film, pipa-pipa besar itu dihentikan oleh satu kaki Randika sehingga kehilangan momentum kecepatannya.

Pipa-pipa tersebut dipaksa berhenti oleh tenaga dalam Randika yang seluas lautan tersebut.

Adegan ini membuat semua orang terkejut!

Apa orang ini masih manusia?

Di saat orang-orang ini terpukau, pipa-pipa tersebut mulai berhenti satu demi satu. Randika sendiri tidak tampak kesusahan, wajahnya benar-benar terlihat santai.

Melihat pertunjukan Randika, Roberto dkk hanya bisa melongo. Mereka tidak pernah tahu manusia bisa melakukan hal menakjubkan seperti itu.

Sekarang dari terpukau, orang-orang mulai ketakutan.

Kekuatannya ini jelas menandakan dia bukan manusia bukan?

Orang-orang mulai melihat pipa yang beristirahat dengan tenang, padahal sebelumnya mereka berguling cukup cepat.

Teman-teman Hannah juga mulai bertanya-tanya, apakah kakak iparnya temannya ini masih manusia?

Atau jangan-jangan dia superhero?

Tatapan mata Stella berbinar-binar, dia mengingat-ingat kejadian di mall kapan hari. Bukankah Randika juga sama bersinarnya dengan sekarang?

Wajah tersenyum Hannah sudah diisi dengan kebanggaan yang tak terhingga, hal seperti ini cukup mudah bagi kakak iparnya. Apa itu pipa? Bukankah itu semacam sedotan raksasa?

Akhirnya Randika berhasil menghentikan semua pipa yang terjatuh tersebut. Setelah memastikan semua aman, Randika dengan santai berjalan kembali ke kelompoknya sambil membersihkan bajunya.

Mereka semua masih terheran-heran, tidak ada satupun yang bereaksi. Namun, salah satu dari mereka mulai bertepuk tangan dan sorakan demi sorakan mulai terdengar.

Yang bersorak adalah orang-orang di jalan, teman-teman Hannah dan para mahasiswa yang baru saja keluar dari gedung sekolah.

Jika bukan karena Randika, kejadian ini pasti memakan korban jiwa. Dapat dikatakan bahwa Randika adalah penyelamat mereka.

Pada saat yang sama, supir truk itu berlari ke arah mereka dengan wajah super panik. Dia benar-benar merasa lega karena tidak ada orang yang terluka karena kecelakaan ini.

Seseorang mulai mengamankan supir ini, tetapi pada akhirnya ini bukanlah sebuah bentuk dari kecerobohan melainkan kecelakaan.

Dan tentu saja, hal ini tidak berkaitan dengan Randika dan dia pun cuek terhadap supir itu.

Randika yang baru saja kembali ditatap dengan tatapan berbinar.

"Wow, kakak benar-benar hebat! Jika bukan karenamu, kita semua sudah pasti mati!" Roberto yang pertama kali mengucapkan terima kasih. Herannya, Randika merasakan tidak ada jejak-jejak ketakutan di wajahnya.

"Sudahlah, ini cuma masalah kecil." Kata Randika dengan santai.

"Jangan begitu kak, tanpamu kita sudah pasti mati." Balas Roberto.

Roberto memberikannya sebuah botol air. "Kakak pasti lelah karena kejadian barusan, ini ambilah airnya dan minumlah."

Randika memperhatikan botol air tersebut. Tanpa berkata apa-apa, Randika mengambilnya. Tetapi tiba-tiba, Randika mencengkeram erat tangan Roberto. Kemudian Randika mengangkatnya tinggi-tinggi.

Roberto jelas terkejut, kenapa orang ini tiba-tiba menarik tangannya ke atas?

Ternyata… tidak ada bekas luka di tangannya. Tidak ada luka yang seharusnya dimiliki oleh pembunuh abnormal itu!

Kemarin malam, Randika berhasil mencabik sebagian daging di tangan pembunuh abnormal itu. Jika Roberto adalah pembunuhnya, seharusnya tangannya ini memiliki bekas yang tidak bisa disembunyikan dan ini bisa membuktikan bahwa Roberto adalah si pembunuh tersebut. Tetapi tidak disangka-sangka, rupanya tangannya baik-baik saja!

Hal ini langsung menghilangkan kecurigaan Randika, jelas Roberto bukanlah pembunuh yang dia lawan kemarin malam.

"Ada apa?" Roberto menatap bingung pada Randika.

"Tidak apa-apa." Randika tersenyum kecil. "Aku merasa tanganmu lembut sekali."

"Hahaha sungguhan? Aku memang menjaga tubuhku dengan baik." Roberto tersenyum ramah.

Randika membuka botol airnya dan meminumnya. Roberto sendiri kembali ke teman-temannya dan berdiskusi. Setelah kejadian seperti ini, dia takut bahwa teman-temannya ini jadi malas untuk melanjutkannya. Setelah menanyai semua orang satu per satu, mereka semua setuju untuk meneruskan tamasya mereka ini. Lagipula, mereka sudah menyewa bis dengan cukup mahal.

Hannah berjalan menghampiri dan menggandeng lengan Randika, tetapi kakak iparnya ini berkata padanya. "Han, aku tidak jadi ikut."

Hannah terkejut. "Lho, bukannya kemarin katanya mau ikut?"

Randika menatap Roberto lalu tersenyum. "Aku hari ini ikut hanya untuk memastikan sesuatu. Karena aku sudah mendapatkan jawabanku, sekarang aku bisa tidur dengan tenang."

Hannah terlihat cemberut dan Randika mengusap kepalanya. "Han, pergilah dan bersenang-senanglah. Nanti kirimin fotonya ya, aku ingin kamu menceritakanku bagaimana indahnya tempatnya."

Melihat Randika bersikeras tidak ikut, ditambah dengan Stella dan teman-temannya memanggil dirinya, Hannah hanya bisa menyerah. "Kalau begitu, ketemu nanti malam ya."

"Baiklah, aku akan menunggu di rumah." Randika tersenyum.

Melihat bus Hannah dkk pergi, Randika sendiri berjalan kembali ke rumah.

Sebelum ini, Randika selalu mencurigai Roberto. Instingnya yang terlatih bertahun-tahun ini mengatakan bahwa Roberto bukanlah orang awam. Terlebih lagi, sejak kemarin malam dia bertemu dengan pembunuh abnormal tersebut, satu-satunya wajah yang terpikirkan oleh Randika adalah wajah Roberto!

Pembunuh itu mengenali dirinya, dia memancarkan aura kebencian dan kemarahan padanya. Setelah dia merasakannya sekilas, Randika merasa bahwa hal ini sama dengan aura yang dipancarkan oleh Roberto padanya.

Namun, setelah melihat kondisi tangan Roberto hari ini, teori dan instingnya ini langsung runtuh dalam sekejap. Kondisinya yang sehat itu adalah bukti yang kuat bahwa dia bukanlah pembunuh itu.

"Sepertinya aku akhir-akhir ini terlalu paranoid." Randika bergumam pada dirinya sendiri.

Setidaknya setelah hari ini, Randika tidak perlu khawatir lagi tentang keselamatan Hannah.

Terlebih lagi, karena Hannah sedang pergi, sekarang dia memiliki waktu untuk berduaan dengan istrinya!

Memikirkan hal ini, Randika menjadi bersemangat.

Istriku, tunggulah aku!


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.